Bisakah Kita Hidup Tanpa Harapan?

Yesaya 42:3

“Buluh yang patah terkulai tidak akan diputuskannya, dan sumbu yang pudar nyalanya tidak akan dipadamkannya, tetapi dengan setia ia akan menyatakan hukum.”

Halford E. Luccock membagikan sebuah kisah dalam bukunya yang berjudul, Unfinished business:

“Suatu malam saat makan malam, seorang pria yang menghabiskan musim panasnya di Maine, membuat teman-temannya terpesona dengan menceritakan pengalamannya di sebuah kota kecil bernama Flagstaff. Kota itu akan mengalami banjir, karena merupakan bagian dari danau yang luas dan bendungannya tengah di bangun. Beberapa bulan sebelum banjir, semua perbaikan dan si seluruh kota dihentikan. Lantas apa gunanya mengecat rumah yang akan segera terendam air? Mengapa melakukan perbaikan jika seluruh daerah itu akan hancur? Jadi, minggu ke minggu, seluruh desa semakin tergenang, semakin banyak benih yang bertunas, dan semakin menyedihkan.”

Kemudian dia menambahkan penjelasan:

“Di mana tidak ada keyakinan di masa depan, tidak ada kekuatan di masa sekarang.”

Yesaya berbicara tentang Yesus ratusan tahun sebelum kelahiran yesus. Matius meraih kembali nubuatan tersebut untuk membantu kita memahami siapa itu Yesus dan untuk apa Dia datang.

Dunia tidak banyak menawarkan harapan. Tetapi Yesus datang untuk membawa harapan bagi dunia. Ketakutan dan pikiran negatif dapat mengaburkan visi kita tentang masa depan. Yesus telah datang bagi mereka yang harapannya gagal.

Yesaya menjelaskannya seperti ini, “Buluh yang patah terkulai tidak akan diputuskannya, dan sumbu yang pudar nyalanya tidak akan dipadamkannya, tetapi dengan setia ia akan menyatakan hukum.” (Yesaya 42:3)

Matius mengutipnya, “Buluh yang patah terkulai tidak akan diputuskan-Nya, dan sumbu yang pudar nyalanya tidak akan dipadamkan-Nya, sampai Ia menjadikan hukum itu menang. Dan pada-Nyalah bangsa-bangsa akan berharap.” (Matius 12:20-21)

Nama-Nya bukan hanya harapan dari dunia yang besar ini. Dia adalah harapan bagi orang terlemah dan terkecil. Dia adalah harapan bagi kita semua. Dia membawa kita, lemah seperti kita, dan membangun secerah harapan terkecil.

Jamie Buckingham mengutip Hugo Gryn, seorang rabi London, di majalah Charisma. Hugo menceritakan pengalaman holocaust di majalah Jerman, Der Morgen:

“Saat itu musim dingin tahun 1944 dan meski kami tidak memiliki kalender, ayah saya yang merupakan sesama tahanan di sana, membawa saya dan beberapa teman kami ke sudut barak. Dia mengumumkan bahwa hari itu adalah malam Hanukkah/ Lalu dia membuat sebuah mangkuk tanah liat dengan bentuk yang aneh, dan mulai menyalakan sumbu yang terbenam dalam jatah makanannya yang berharga namun sekarang telah meleleh.

Sebelum dia membagikan berkat, saya protes tentang makanannya yang tebuang sia-sia. Dia berkata, ‘Kau dan aku bisa melihat bahwa sangat mungkin untuk bertahan hidup selama tiga minggu tanpa makanan. Kita pernah hidup tiga hari tanpa air. Tapi kau tidak bisa hidup dengan benar selama tiga menit saja tanpa harapan.”

Tidak penting apa yang kita hadapi hari ini, Yesus adalah harapan kita. Meskipun kita lemah dan harapan kita kecil, Dia datang memberi kita harapan cerah untuk hari esok. Kita bisa bersandar di dalamnya.

source: jawaban.com

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *