MENJADI PERSEMBAHAN YANG HIDUP

"Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati." (Roma 12:1)


Jika kita berbicara tentang persembahan dalam Perjanjian Baru sesungguhnya ukuran atau takarannya jauh melampaui apa yang diatur dalam Perjanjian Lama. Perjanjian Lama masih mengatur persembahan dalam bentuk persentase dari jumlah yang diterima umat, yang wajib dipersembahkan kepada Tuhan, misalnya sepersepuluh dan lain sebagainya. Namun dalam Perjanjian Baru yang dipersembahkan seharusnya bukan lagi hanya sekedar uang dalam jumlah persentase tertentu, melainkan seluruh hidup kita, seluruh apa yang kita miliki, sebab Tuhan Yesus telah terlebih dahulu memberikan seluruh hidupnya bagi kita. Jika saja umat Tuhan dapat memahami konsep ini dengan baik, maka tidak akan ada lagi yang namanya sungut-sungut serta kritik tajam terkait persembahan apalagi dengan tuduhan bahwa persembahan hanya sekedar sarana bagi para pendeta untuk menarik uang jemaat dan hidup dalam hedonisme. Sebab jika tubuh saja kita berikan sebagai persembahan, apalagi hanya sekedar materi.

Dua Makna Mempersembahkan Tubuh sebagai Persembahan yang Hidup
Dalam khotbah bulanan yang disampaikan Gembala Sidang/Pembina kita secara online tanggal 15 Agustus 2020 yang lalu, Gembala Sidang/Pembina menyampaikan dua makna mempersembahkan tubuh sebagai persembahan yang hidup yang akan kita elaborasi sedikit pada kesempatan kali ini.
Mempersembahkan tubuh sebagai persembahan yang hidup artinya tidak mati rohani.
Selama kita masih bernafas, bisa merespon dan berinteraksi dengan orang lain maupun lingkungan sekitar kita, dapat dipastikan kita masih hidup secara jasmani. Namun bagaimana dengan rohani kita? Orang yang secara jasmani hidup bisa saja memiliki kerohanian yang mati. Sederhananya, mati rohani adalah terputusnya hubungan dengan Allah, terpisah dari Allah. Orang yang mati rohani adalah mereka yang sama sekali sudah tidak melibatkan Tuhan dalam kehidupannya, tidak lagi membangun hubungan dengan Tuhan melalui doa, pujian dan penyembahan, tidak lagi membaca Alkitab, tidak lagi beribadah sekalipun secara online, menghindari pertemuan-pertemuan ibadah, komunitas rohani dan yang ekstrem adalah marah ketika orang disekitarnya berbincang tentang topik-topik rohani atau berbicara tentang kekristenan. Untuk orang-orang seperti ini, Alkitab katakan: "Bangunlah, hai kamu yang tidur dan bangkitlah dari antara orang mati dan Kristus akan bercahaya atas kamu." (Efesus 5:14). Tidak ada jalan yang lain agar seseorang dapat ‘dibangkitkan' dari kematian rohani kecuali dengan bertobat sungguh-sungguh, minta pengampunan dan kembali mencari Wajah Tuhan dengan kesungguhan hati. Kita yang tahu ada orang-orang disekitar kita yang mengalami kematian secara rohani, jangan jemu-jemu untuk mendoakan dan setiap ada kesempatan beritakan kebenaran dan ajak dia kembali kepada Tuhan Yesus.

Mempersembahakan tubuh sebagai persembahan yang hidup artinya tidak suam-suam kuku
Suam-suam kuku adalah sebuah kondisi ‘sekarat' secara rohani. Dalam Wahyu 3:16, jemaat di Laodikia diperingatkan oleh Tuhan Yesus, "Jadi karena engkau suam-suam kuku, dan tidak dingin atau panas, Aku akan memuntahkan engkau dari mulut-Ku." Alkitab Penuntun Hidup Berkelimpahan memberikan catatan bahwa Jemaat yang suam-suam kuku adalah yang berkompromi dengan dunia dan mirip dengan masyarakat di sekelilingnya; mengakui kekristenan, namun pada kenyataannya malang dan menyedihkan secara rohani. Orang percaya dipanggil untuk hidup sebagai garam dan terang dunia (Matius 5:13-16), garam adalah rasa yang menonjol dalam masakan karena memberikan rasa asin, dan terang tentu sangat terlihat dengan jelas di tengah kegelapan, bahkan terang dari nyala api lilin yang kecil sekalipun. Orang yang suam-suam kuku, orang yang kompromi dengan dunia tidak terlihat perbedaannya antara dia (yang katanya) sebagai pengikut Kristus dan orang dunia, sebab cara-cara yang dilakukan dalam bekerja, berbisnis, belajar tidak ada bedanya dengan dunia, bahkan karakter dan tabiatnya pun sama. Masih ke gereja, masih beribadah, masih berdoa tapi hidup dalam kompromi. Tipikal yang suam-suam kuku ini mendapat peringatan yang keras dari Tuhan Yesus! Karenanya bertobat adalah langkah yang tepat. Jangan tunda-tunda.


Marilah kita mempersembahkan tubuh kita sebagai persembahan yang hidup, mari jaga hidup kerohanian kita. Jangan sampai suam-suam kuku, apalagi mati secara rohani. Dan tidak ada kata terlambat untuk bertobat dan kembali ‘on fire' dengan Tuhan Yesus

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *